iklan

Puspha Dhewi

Masih ingatkah kamu, kita pernah tuntaskan rindu di ruang tamu. Bercengkrama liar membabi buta, beekelakar nakal tuntaskan sapa. Bulan termenung mendayu sendu, Anginpun mengalun pelan antarkan aku padamu.

Masih ingatkah kamu, kita pernah tuntaskan rasa diteras belakang. Aku hirup oksigenmu, kamu hirup oksigenku. Kita bertautan rasa penuh cinta. Hujan terdiam menyaksikan kita, tak sanggup ia  bertutur kata. Hanya terdengar lirih menggericik menuju kolam penuh dengan air mata. Bukan air mata buaya, melainkan air mata haru akan segelas rindu yang begitu membiru.
Ilustrasi dari google

Sepertinya kamu sudah melupakan semuanya.

Semua ini kesalahanku, kebodohanku. Batang demi batang rokok dan sebotol minuman jadi saksi betapa engkau sangat berarti. Aku mengerti ini tidaklah mudah,  tapi setidaknya satu kali saja, izinkan hatiku menjumpai hatimu, kalau itu mustahil setidaknya izinkan mataku menatap matamu, itu saja.

Aku ingin bicara.

Sejak malam itu, saat kau titipkan surat terakhirmu, ada rindu bebal yang menebal. Ada kisah telenovela yang tak terselesaikan. Aku, kamu, dan rima. Selalu saja jadi sumber pertengkaran kita. Harusnya kau sadar siapa dia sebenarnya. Dia tak seperti yang kau sangkakan. Kau pergi tanpa sempat ku berdalih. Kau enyah tanpa sempat ku berucap, maaf.

Aku takut kehilanganmu.

Perpisahan selalu memberi kesan pahit buatku. Tak mau terulang kembali. Cukup sekali saja. Mas, pulanglah! Aku takut kehilanganmu. Aku sangat merindukanmu. Rindu peluk, cium dan aroma tubuhmu. Seperti halnya pertemuan, selalu ada perpisahan setiap endingnya. Dan aku tak mau itu terjadi. Tidakkah kau ingat kisah joni dan rani yang selalu kita tonton? Kau selalu bilang, aku rani dan kau joni, simbol kisah cinta suci nan abadi.

iklan

" Belum dapat kukenali mana kopiku dan mana senyummu yang tawar tanpa gula bagai obat pengantar luka "