iklan

BAYANGAN

https://otnairahiwa.blogspot.com/2018/10/bayangan.html
google


Pernahkah dari kita berfikir bagaimana perjalan hidup kita selama ini? Bermula saat dalam kandungan kemudian terlahir ke duania dalam bentuk kita yang kecil, mungil dan menggemaskan. Kemudian berancak menjadi balita aktif berlari kesana kemari tanpa ada sedikitpun rasa ketakutan akan sesuatu, tanpa takut merasakan kesakitan, tanpa takut merasakan luka. Hingga larangan pertama muncul masuk ke telinga kita. Awas, nanti kamu jatuh. Awas nanti kamu terluka, awas sakit. Tanpa kita sadari batasan demi batasan itulah yang selalu mengingatkan kita akan sesuatu hal yang ingin kita lakukan. Bahkan itu kadang menjadi sebuah pengikat bagi kita untuk melangkah. Padahal sebenarnya yang kita akan pijak itu tidak semenakutkan yang kita bayangkan. Atau bahkan tidak ada halangannya sama sekali.

Beberapa dari kita mampu untuk keluar dari bayang bayang menakutkan di depan kita yang sebenarnya hanya ada dibenak kita saja. Dan sebagian dari kita yang tidak mampu melaluinya, hanya cemas dan was was. Untuk melangkah kita perlu dituntun sebuah tongkat dari uluran orang lain diluar  dari diri kita.

Sebenarnya hidup ini menyenangkan. Ketika batasan batasan itu tidak  kita terima saat kita beranjak. Coba bayangkan jika batasan itu tidak ada. Pasti kita tidak disini sekarang, tidak dalam kondisi seperti saat ini. Kita pasti sudah jauh melangkah, bahkan melesat sangat jauh melaju. Meskipun kita harus menyadari. Bayangan akan selalu disekitar kita. Bayangan tidak akan benar-benar jauh meninggalkan kita. Itu artinya rintangan pasti selalu ada. Tapi bukankah kita dapat menghindari bayangan dengan terus berjalan menuju cahaya? Bayangan itu akan selalu di belakang kita selama kita terus saja berlari menuju cahaya.

Cahaya memang tak selamanya di depan kita. Adakalanya ia berlari. Mentari saja bergerak, bulanpun merangkak. Apakah ia selalu ditempat yang sama? Tentu tidak bukan, Adakalanya ia bergerak menyamping untuk menyinari kegelapan disisi yang lain. Itu artinya ketika cahaya itu berada disamping kita, bayangan pun ikut berjalan dan menempatkan posisinya disamping kita. Dan apa yang harus kita perbuat dengan bayangan yg ada disamping kita? Benar, menghadap cahaya adalah jalan terbaik untuk meninggalkan bayangan yang sedang berusaha mendahului dan berhenti  di depan kita. Berbalik dan kemudian terus saja berlari menuju cahaya  dan ikuti kemanapun cahaya itu menuntun menuju cahaya yang benar-benar disebut cahaya.  Tugas kita hanya terus berlari berlari dan berlari mengikuti cahaya kemanapun ia pergi.

Dan satu hal lagi, Jangan menoleh ke belakang jika  kita tidak ingin berjumpa  kembali dengan bayangan, berbaliklah dan terus saja berlari menuju cahaya agar bayangan benar-benar tertinggal. Dan jika cahaya itu tiba-tiba berbalik arah, ikuti saja.


Sajak Fahmi Muhammad Fadhel; Sepertiga Malam

http://otnairahiwa.blogspot.com

Aku bercerita saat (mestinya) hujan tiba
Kala para munafiq senja dan pengingkar kopi bertebaran bagai ngengat di awal purnama

Semakin membuat mual ketika datang sebuah hikayat tentang romantis akan laris

Insan patah hati akan dicari

Ditinggal menikah tiadalah susah malah membawa berkah dengan datangnya pundi rupiah

Ditikung alih-alih membuat buntung, malah untung

Dan mendua bukanlah aib, apalagi dosa

Jamak kini terjadi

Bahwa hati yang tersakiti masuk tivi
Tangis yang semestinya sembab, malah membuat si empunya tangis jadi model jilbab

Isak yang tertahan jadi gurauan
Yang tentu saja, ditukar uang
Atau sekedar royalti serial yang berkelanjutan

Saat segala tentang cinta, asmara, dan lika-liku tentangnya bertebaran di pelupuk mata

Kenapa tak coba menepi di pojok samudera?

Berharap gemuruhnya akan membawa luruh

"bawa aku mati saja" ujarku padanya

Aku tak berkeinginan menggugat senja yang terlanjur dimiliki

Aku tak protes jika kopi ternyata bukanlah cara yang bijak untuk mengingat senyum manismu kembali

Apalagi mendendam berlebihan kala hujan tak lagi menenangkan

Harapku ialah merindumu dengan cara yang asing

 Dengan bisik lirih dan isak yang tertahan

Tak perlu berteriak ke penjuru benua, namun cukuplah Sang Maha yang menilainya

Egois? Mungkin.

Tak tahu diri? Pasti.

Nekat? Iya.

Gila? Terserah apapun ucapmu.

Aku hanya makhluq yang terpagut rindu

Ikhtiarku semoga tak membuatmu risau

Namun ketahuilah, namamu selalu bercampur dalam lafadz

Yang kuderas di setiap sepertiga malam aku terjaga

iklan

" Belum dapat kukenali mana kopiku dan mana senyummu yang tawar tanpa gula bagai obat pengantar luka "