iklan

Takut

http://otnairahiwa.blogspot.com

Aku takut memandang wajahmu

kata orang, cinta pandangan pertama

dan aku orang yang mudah menitipkan rasa

meskipun tak selalu berbalas, aku menikmatinya

Aku takut melihat mata sayu milikmu

bukan sebuah kebetulan jika ada peribahasa “dari mata turun ke hati”

bukankah mata adalah pembunuh paling sempurna?

mata jua yang memaksa hati untuk menitipkan asa dan harapan pada insan yang lain

saat semua hanya ilusi semu, maka lara hanya hati yang menanggungnya

“sayatan yang sempurna dan rasa sakit yang paripurna” gumam hati dalam sesaknya nestapa

Aku takut kamu tersenyum padaku

karna satu senyum berbilang makna, beratus kata yang dirangkum,

beribu makna terselubung,  bahkan sejuta dendam tersembunyi di gelapnya sanubari

Aku takut kenal kamu

dengan mengenalmu akan membuatku bertindak jauh

terkesan kebablasan, bahkan sedikit urakan

pin BB, nomor hape, hingga ukuran sepatu

Aku takut untuk “biasa” denganmu
cinta selalu dimulai dari cita yang biasa,

angan yang biasa hadir dalam mimpi,

hingga pertemuan biasa yang tak sengaja

bukan pertemuan yang aku sesalkan,

namun rasa tak biasa di saat tatap muka

rasa tak biasa dan melanglang buana menembus mega dan menelusup ke dalamnya pembuluh vena dan aorta

itu menyiksa, Kekasih 

Aku takut kamu kagum dengan kebaikanku, kemurahan hatiku

karena suatu hari nanti, kamu akan marah dengan sikapku yang tak bisa berkata tidak kepada semuanya

Aku takut kita pacaran

nanti kan berujung pertanyaan kapan lamaran

bukannya aku tak ingin memberi kepastian, Kekasih

pengetahuanku berbatas bahwa kepastian adalah Tuhan

dalam Tuhan kepastian hadir, dalam kepastian Tuhan ada

jelas bukan, Kekasih? aku mampu bersamamu hari ini

namun entah esok, lusa dan seterusnya

aku fana, tak berdaya dan tua

Aku takut kita berteman

teman selalu berujung dekat

dekat berakibat melekat

hingga tiada sekat

lalu akan tiba masanya kita saling menghindar

demi menjaga sebuah ikatan yang dinamai “sahabat”

Aku takut menikahimu

titah guruku, menikah itu nasib, mencintai itu takdir, kau bisa rencanakan menikah dengan siapa, namun tak bisa rencanakan cintamu untuk siapa

aku berencana menikahimu, namun jika saat cinta hadir dan ternyata bukan untukkmu, bajingan kah diriku,  Kekasih?

lalu kamu menggila, berteriak “bukankah kamu berjanji di hadapan orang tuaku? dihadapan Tuhan? bahwa kita akan bersama?”

“kamu menikahiku karna kamu cinta padaku, to? aku milikmu, kamu milikku?”

ini membuatku khawatir, Kekasih

kita akan saling “mendasarkan” segala hal pada “cinta”

aku cinta padamu, maka aku menikah denganmu

jika aku lupa tanggal ulang tahunmu, maka aku tak cinta (lagi) padamu

uang yang kubawa tak cukup untuk beli gincu, aku tak cinta padamu

si sulung menangis minta layangan online, aku tak cinta padamu

bertemu kawan lawas, sedikit lebih lama untuk melepas rindu, itu juga artinya tak cinta padamu

Aku takut untuk hidup bersamamu, satu atap, satu tempat yang sama

kamu akan mulai rewel tentang cucian kotor, hujan yang tak berhenti dan parfum baru yang kubeli

Aku takut menua bersamamu

akan tiba saat kita sama-sama cerewet soal waktu

waktu yang cepat berlalu

tentang waktu yang tak memberi kesempatan

kita jadi insan yang tak berterimakasih
bukankah waktu jua yang buat kita beremu, sayang?

Namun...

Aku takkan pernah takut untuk bercerita

mendaras puisi, melenggokkan kanvas, hingga memuntahkan monolog

yang tentu saja tentang kamu, Kekasih

Cerita tentang kamu yang tak pernah membuatku takut

perkara kamu milikku atau tidak

bersamaku atau bersama insan lain
tak jadi soal

Sudah kubilang, cerita tentangmu tak pernah menakutiku.

*Sajak sederhana milik kawan lama, barang kali berkenan berjumpa melalui akun pribadinya, Fahmi Muhammad Fadhel

iklan

" Belum dapat kukenali mana kopiku dan mana senyummu yang tawar tanpa gula bagai obat pengantar luka "