iklan

Keroncong di Secangkir Kopi

http://otnairahiwa.blogspot.com

Lagu bengawan solo mengalun lembut ketika saya tiba. Sebuah angkringan sederhana dengan ala kadarnya. Sebenarnya menu yang disuguhkan sama dengan mayoritas angkringan lainnya. Hanya saja alunan keroncong ini yang menarik kaki saya untuk datang kesmari.

"Mas, kopi!"

Sambil menunggu pesanan saya menikmati alunan musik yang disuguhkan. Sangat indah sekali. Seindah bunga mawar, seharum bunga melati!hehehe...

Memang akhir-akhir ini keroncong seakan bangun dari mimpi panjangnya. Dan hebatnya lagi, kini kaum muda yang memegang peran itu. Seperti saat ini yang saya tonton, separoh dari pemain musik masih duduk di bangku SMP. Wuih hebat kan!

Memang sudah saatnya yang muda yang menginspirasi dalam bidang apapun. Termasuk keroncong. Disadari atau tidak perkembangan kroncong di kalangan anak muda saat ini dipengaruhi oleh salah satu program televisi swasta (JTV) di Jawa timur. Larasati, tapi bukan warung makan yang sering disinggahi abang becak lo ya!hehehe...

Acara itu cukup ampuh menarik minat kawula muda untuk bermain keroncong. Selain mayoritas pemainnya yang masih muda (Mahasiswa UNESA) lagu-lagu yang dipilihpun adalah lagu-lagu kekinian yang diramu secara apik dengan aransemen keroncong yang menarik. Kayak obat aja ya diramu, hehehehehe.... maka tak heran jika anak muda mulai suka dengan musik ini.

Keroncong pertama kali masuk di Indonesia pada abad ke-16 oleh bangsa Portugis. Kala itu musik ini lebih dikenal dengan sebutan fado. Sedangkan bentuk awal dari musik ini disebut moresco, sebuah tarian asal Spanyol, seperti polka tapi agak lamban ritmenya. Dan pada abad ke-19 kata keroncong mulai dilafalkan di Indonesia.  alasannya sederhana, karena bunyinya creng crong.

Keunikan keroncong lebih ke arah alat musik yang dimainkan. Yaitu cak, cuk, dan cello. Uniknya penggunakan cello sebenarnya adalah di gesek seperti biola. Tapi karena ketidaktahuan orang indonesia maka dipetiklah cello itu seperti saat ini. Akhirnya keroncong menjadi musik pribumi di Indonesia dan kemudian di modifikasi dengan menambahkan alat musik tradisional lokal Indonesia.

Di tahun 60an keroncong benar benar populer di Indonesia. Dengan menambahkan unsur modern seperti keyboard, gitar elektrik, dan drum menjadikan musik ini sangat digemari oleh masyarakat muda kala itu.

Saat ini mungkin sebuah siklus kembali berjayanya musik ini. Selalu nyaman dihati setiap kali saya mendengarkan lagu dengan irama ini. Mungkin iramanya yang lembut dan juga ritme yang cenderung lamban membuat sangat mudah didengar dan dinikmati siapapun termasuk oleh anak muda yang galau-galau gimana gitu, hehehe.... seperti saat ini, lagu juwita malam mendayu sekali. Tenang, santai, sederhana, dan menusuk kaya sate..hehehe...

Keroncong selalu punya hati di mata penikmatnya, tak terkecuali saya. Entah kenapa rasanya setiap kata yang diucap oleh penyanyi keroncong lebih dapat tersampaikan. Apalagi kalau lagu itu galau dan pas dengan suasana hati, ampunn juragan!

Mungkin karena memang lagunya, mungkin juga ritmenya yang cenderung pelan bisa juga karena suara biola yang melengking sebagai melodinya atau mungkin perasaan saya saja. Saya tidak begitu mengerti, yang saya tahu saat ini saya tenang dan damai dengan musik ini, dan secangkir kopi. Itu saja!

"Udud (rokok) sama ngopi dulu mas!"
-Basman, pemetik Bass bethot-

iklan

" Belum dapat kukenali mana kopiku dan mana senyummu yang tawar tanpa gula bagai obat pengantar luka "